Jakarta– Setahun yang tersebut lalu, sempat ada kejadian yang tersebut menggegerkan dari Erika Lopez Prater, manusia profesor dengan syarat Amerika Serikat (AS). Erika disebut telah lama melakukan aksi Islamofobia.
Itu bermula saat Prater menunjukkan potret dalam bentuk lukisan Nabi Muhammad dari abad ke-14 untuk mahasiswanya di dalam Universitas Hamline di dalam kota St. Paul di dalam Minnesota, di mata kuliah seni Islam khususnya kursus seni global.
Sontak hal itu memancing kehebohan publik.
Bagi umat Islam sendiri penggambaran Nabi Muhammad dilarang keras. Aksi yang disebutkan dipandang sebagai pelanggaran iman.
Tak lama, dilansir dari Al Jazeera, aksi si profesor mendapat keberatan dari manusia mahasiswi bernama Aram Wedatall. Dia menyatakan apabila aksi itu sebagai Islamofobia.
“Sungguh menghancurkan hati saya bahwa saya harus berdiri pada di lokasi ini untuk memberi tahu orang-orang bahwa ada Islamofobia juga sesuatu yang mana benar-benar menyakiti kita semua, bukanlah hanya saja saya,” kata siswa yang dimaksud merupakan presiden Asosiasi Mahasiswa Muslim Hamline, seperti dikutip, Hari Sabtu (19/10/2024).
Tak butuh waktu lama, Universitas Hamline juga secara langsung mengeluarkan tindakan keras berhadapan dengan Prater. Kampus yang dimaksud memutuskan untuk tak menambah masa berlaku kontrak sang profesor.
Gugat Balik
Tak berhenti di situ, Prater kemudian balik menggugat Universitas Hamline.
Menurut gugatan, kampus menyebabkan Prater sebagai bagian dari diskriminasi agama kemudian pencemaran nama baik lalu menghancurkan reputasi profesional hingga pribadinya.
“Di antara hal-hal lain, Hamline, melalui administrasinya, mengatakan tindakan Dr Lopez Prater sebagai ‘Islamofobia yang tersebut bukan dapat disangkal,” kata pengacaranya di sebuah pernyataan.
“Komentar seperti ini, yang digunakan sekarang sudah pernah diterbitkan pada berita ke seluruh dunia, akan mengikuti Dr. Lopez Prater sepanjang kariernya, yang digunakan mungkin mengakibatkan ketidakmampuannya untuk mendapatkan sikap tetap di dalam lembaga lembaga pendidikan tinggi manapun.”
Menurut Pengacara Prater, kliennya sudah memberi peringatan serius sebelum gambar itu ditunjukkan. Selain itu ia telah terjadi memasukkan pada silabus dan juga siap mengatasi siswa yang tersebut merasa tiada enak dengan pengajarannya.
Pihak kampus akhirnya mengubah sikap pada kejadian itu.
Presiden Universitas Hamline Fayneese Miller dan juga Ketua Dewan Pengawas Ellen Watters mengemukakan meninjau kemudian memeriksa kembali tindakan yang dimaksud diambil kampus. Ini adalah muncul lantaran “komunikasi, artikel, dan juga opini”.
Pihak kampus bukan menanggapi secara langsung masalah gugatan Prater. Namun belaka menyatakan berencana melakukan dua percakapan rakyat pada beberapa publik.
Diskusi itu terkait kebebasan akademik juga perawatan siswa. Sementara percakapan lainnya terkait kebebasan akademik dan juga agama.
Artikel ini disadur dari Nasib Tragis Profesor AS Usai Sebar Gambar Nabi Muhammad SAW