Ibukota Indonesia – Dimainkan pada lebih besar dari 200 negara, sepak bola adalah cabang olahraga yang digunakan memiliki penggemar terbanyak dalam dunia, yang mana menurut FIFA mencapai 3,5 miliar orang.
Dengan penggemar banyaknya itu, kemanfaatan sepak bola melebihi keolahragaannya sendiri, bahkan mewujud menjadi sektor yang tersebut bisa jadi sejenis besarnya dengan bidang biasa.
FIFA (Federation Internationale de Football Association) yang digunakan dibentuk pada 1904 untuk memajukan kompetisi sepak bola di seluruh dunia, menyadari betul kemungkinan itu.
Mengglobalkan sepak bola membutuhkan dana besar. Tapi, walau hanya saja organisasi nirlaba, FIFA tak kesulitan memenuhi tuntutan itu.
Yang terjadi, pemasukan dari sepak bola mengalir ke FIFA, yang mana setelah itu diinvestasikan lagi untuk memajukan cabang olah raga ini.
Dari manakah FIFA memperoleh dana?
Sebagian besar pendapatan FIFA berasal dari penyelenggaraan juga pemasaran kompetisi sepak bola, salah satunya Piala Dunia. Sumber pendapatan kedua dari transaksi jual beli hak siar televisi, disusul pemasaran serta lisensi, kemudian pasca itu dari akomodasi dan juga tiket pertandingan.
Dari semua pos itu, selama 2019-2022, FIFA sukses mengeruk pendapatan sebesar 7,568 miliar dolar Amerika Serikat (Rp120 triliun).
FIFA pun berani memasang target bahwa pada 2023-2026 akan memperoleh pendapatan sebesar 1,170 miliar dolar Amerika Serikat (Rp18,653 triliun). Rinciannya, 23 persen dari hak siar televisi, 39 persen dari hak pemasaran, 15 persen dari lisensi, 7 persen dari akomodasi dan juga tiket, dan juga 16 persen dari pos-pos lain.
Untuk sebuah organisasi nirlaba yang digunakan biasanya menggantungkan diri terhadap donor, angka-angka FIFA itu fantastis.
Uniknya, angka-angka itu bertambah besar dari waktu ke waktu, seiring dengan bertambah populernya sepak bola.
FIFA sendiri terus memperluas kompetisi-kompetisi internasional dalam bawah pengelolaannya, satu di antaranya Piala Planet yang mana mulai 2026 akan segera dihadiri oleh oleh 48 tim, dari biasanya 32 tim.
FIFA tegas meninjau popularitas sepak bola yang semakin besar menawarkan pemasukan finansial tak terhingga.
Gila sepak bola
Sepak bola semakin populer oleh kian modernnya kompetisi di dalam banyak tempat, salah satunya di negeri-negeri yang dimaksud dulu tidak ada menggilai sepak bola.
FIFA menyenangi kecenderungan ini, baik dari pandangan naiknya jumlah total warga yang tersebut memainkan sepak bola maupun yang mana cuma menikmatinya sebagai penggemar. Ini adalah jelas lingkungan ekonomi besar yang dimaksud menawarkan insentif ekonomi yang besar pula.
Dari catatan FIFA, hingga ketika ini ada 240 jt pemukim di dalam seluruh bola rutin memainkan sepak bola. Jika ditambah penggemarnya, nomor itu membengkak berubah menjadi miliaran orang.
Statistik seperti itu menimbulkan badan sepak bola bumi itu semakin yakin sepak bola dapat menjadi media ampuh di membantu tumbuhnya kesalingpengertian global, dan juga juga berubah jadi wahana untuk mengembangbiakkan pendapatan.
Dalam konteks ini, FIFA terlihat rutin memberikan perhatian tambahan terhadap demografi-demografi besar seperti China, yang tersebut masuk putaran final Piala Planet pada 2002, sebagian sebab berkah dari modernisasi liga sepak bolanya.
Sayang, liga sepak bola China sekarang agak melempem. Mereka tak lagi bermetamorfosis menjadi pusat perhatian untuk peserta global yang dimaksud mencari petualangan baru di luar sistem kompetisi mapan seperti Eropa.
Di bagian lain, China ternyata bukanlah negara "gila" sepak bola, di level Asia sekalipun.
Dalam tentang kegilaan untuk sepak bola, China malah kalah dari lima negara Asia lainnya, yang tersebut menurut survei Ticketgum beberapa waktu setelah itu dinobatkan sebagai negara-negara paling gila bola ke Asia.
Ticketgum mengukur indeks kegilaan sepak bola ke 42 negara di rentang waktu 2022-2023, berdasarkan (1) jumlah agregat serta besar stadion sepak bola, (2) tingkat diperkenalkan penonton laga sepak bola, (3) tingkat antusiasme penggemar terhadap Piala Dunia, lalu (4) nilai kesepakatan hak siar pertandingan sepak bola per musim.
Hasilnya, lima negara dinyatakan paling gila sepak bola di Asia, yang mana dalam dalamnya ternyata ada Indonesia. Padahal, Negara Indonesia tak pernah masuk putaran final Piala Dunia, bahkan pada Piala Asia yang total telah lima kali diikutinya pun, Indonesia baru awal tahun ini masuk fase gugur.
Indeks kegilaan terhadap sepak bola Indonesia, menurut survei Ticketgum, adalah 5,23. Angka itu semata-mata ke bawah Arab Saudi, Turki yang tersebut pada survei ini dimasukkan ke wilayah Asia, Qatar, lalu Korea Selatan.
Menariknya, nilai kontrak hak siar pertandingan sepak bola per musim pada Indonesia yang mana mencapai 246 jt pound (Rp4,9 triliun) melintasi Turki lalu Arab Saudi, selain pada menghadapi Portugal, Belanda, Polandia, Skotlandia lalu Swiss, yang digunakan masuk 10 negara paling gila sepak bola di Eropa sama-sama Inggris, Jerman, Spanyol, Italia, serta Prancis.
Hak siar adalah salah satu petunjuk untuk antusiasme membesar rakyat pada mengikuti sepak bola.
Jajak pendapat lain IPSOS pada 2022 terhadap 42 negara menguatkan fakta itu, dalam mana Negara Indonesia menduduki urutan tertinggi dengan 69 persen dari total penduduk dewasa negara itu, di hal antusiasme untuk sepak bola. Angka Indonesi ini melebihi Argentina, Brazil, Italia, Spanyol, Inggris, Jerman, kemudian Prancis yang tersebut menjuarai Piala Dunia.
Mungkin sangat berharap
Fakta-fakta itu memproduksi Nusantara bukan bisa saja tak masuk radar FIFA.
Negara yang tersebut liga domestiknya belaka kalah sangat jauh kompetitif dibandingkan Thailand, lalu apalagi Jepun atau Korea Selatan itu, malah bisa jadi memunculkan perputaran uang demikian besar.
Bayangkan seandainya liga domestik Indonesi dikelola identik keren dengan liga-liga Eropa, atau paling tiada dengan Jepang. Dan bayangkan pula seandainya Indonesia bermain pada kompetisi level berhadapan dengan seperti Piala Dunia, atau klub-klubnya berbicara banyak pada Turnamen Champions Asia.
Ironisnya tanpa berada dalam level itu pun, antusiasme warga Negara Indonesia untuk sepak bola permanen tinggi, sampai-sampai kompetisi divisi junior seperti Piala Planet U-17 hanya ditonton penuh antusiastis oleh masyarakat Negara Indonesia sewaktu Indonesia menjadi tuan rumah Piala Bumi U-17 2023.
Jika tingkat divisi junior hanya diserbu penggemar, apalagi tingkat Piala Dunia.
Selama ini pun, bagian terbesar dari total 270 jt penduduk Nusantara acap tertular demam Piala Dunia, sampai berubah menjadi salah satu penyumbang terbanyak penikmat siaran pertandingan Piala Dunia.
Padahal penggemar bola ke Tanah Air menyaksikan Piala Planet tanpa diperkenalkan timnasnya pada kompetisi itu. Bayangkan apabila Indonesia lolos ke putaran final Piala Dunia. Mungkin akan datang ada ledakan penonton pada setiap laga, khususnya yang dihadiri oleh Indonesia.
Jangankan pertandingan Piala Dunia, pertandingan persahabatan menjauhi kompetisi itu pun akan diserbu oleh penggemar sepak bola Indonesia, pada mana pun laga itu berlangsung. Lihat semata laga-laga Kualifikasi Piala Planet 2026.
Fakta-fakta itu mustahil luput dari radar FIFA.
Sebaliknya, ada petunjuk FIFA tertarik "melibatkan" Nusantara di proyek seagung Piala Dunia. Salah satu petunjuk itu adalah beberapa kali FIFA memposting gairah kemudian atraksi pemain dan juga penggemar sepak bola juga atmosfer stadion Nusantara di akun media sosialnya.
Mungkin FIFA berpikir Negara Indonesia seharusnya segera mengkapitalisasi kegilaan masyarakatnya terhadap sepak bola dengan tampil pada kompetisi olahraga seakbar Piala Dunia.
Artikel ini disadur dari FIFA mungkin akan senang sekali jika Indonesia lolos Piala Dunia