BANYUWANGI – Naskah Lontar Sritanjung resmi ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Nasional (Ikon) oleh Perpustakaan Nasional RI. Penetapan ini meneguhkan naskah Lontar Sritanjung sebagai bagian penting peradaban bangsa.
Lontar Sritanjung merupakan naskah kuno berkisah tentang Sri Tanjung, tokoh legenda yang dipercaya rakyat Banyuwangi sebagai pencetus selama muasal nama Banyuwangi. Karya sastra yang disebutkan tersusun pada larik puisi. Naskah Lontar Sritanjung pernah popular pada ritual pelantunan tembang. Puisi kemudian lirik yang terdapat pada naskah lontar Sritanjung merupakan bagian dari sejarah cerita lisan yang digunakan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya oleh komunitas Banyuwangi.
Para peneliti naskah kuno menganggap, naskah Lontar Sritanjung mengandung representasi antar budaya, misalnya Jawa juga Bali. Termasuk juga dengan budaya-budaya lain ke Indonesia. Kepala Pusat Jasa Berita Perpustakaan serta Pengelolaan Naskah Nusantara Perpusnas RI Agus Suyoto menjelaskan, usai ditetapkan naskah Lontar Sritanjung diperlukan tambahan diaktualisasikan. Hal ini agar naskah yang disebutkan melekat di ingatan masyarakat.
“Jadi apabila pemukim mendengar nama Banyuwangi dia akan teringat dengan cerita-ceritanya. Perpusnas, gencar mencatatkan juga mengamankan manuskrip kuno untuk mempertegas identitas keindonesiaan. Dokumentasi naskah pada masa silam berubah menjadi catatan-catatan penting, ” kata Agus, pada Seminar Pengarusutamaan Naskah Nusantara Ikon dalam Banyuwangi pada Kamis 19 September 2024.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyampaikan terima kasih lantaran naskah kuno selama Banyuwangi masuk pada Ikon. Ipuk menyatakan selama ini Banyuwangi terus berupaya melestarikan kekayaan seni juga budaya salah satunya manuskrip kuno yang dimaksud berubah menjadi kekayaan literasi Banyuwangi. Ipuk berharap dengan masuknya Lontar Sritanjung dalam Ikon, akan berbagai menghadirkan para peneliti kemudian penggiat kajian manuskrip datang ke Banyuwangi.
“Selain Lontar Sritanjung, pada Banyuwangi terdapat beberapa jumlah manuskrip kuno lainnya seperti Lontar Yusup, Babad Tawangalun, dan juga sebagian kitab yang mana memiliki parateks bernilai sejarah serta mengandung pengetahuan. Kami juga rutin menyelenggarakan Festival Kitab Kuning yang mana mengangkat khazanah kemudian merestorasi keilmuan para ulama Banyuwangi. Cerita maupun sejarah Banyuwangi yang digunakan terkandung di naskah kuno juga diangkat pada beragam festival sebagai upaya untuk melestarikannya khususnya pada generasi muda, ” kata Ipuk. (***)
Artikel ini disadur dari Naskah Lontar Sritanjung Resmi Jadi Ingatan Kolektif Nasional